Sudah lama sejak usia ku belum sejauh ini, aku sudah mencintai minuman yang dicintai para seniman. Ya, aku mencintai kopi. Sejauh ini aku hanya menikmati kopi buatan seorang barista atau bahkan kopi yang dibuat secara instan dengan tidak memperdulikan takaran gula yang larut dalam pekatnya aroma kopi.
Karena beberapa diantara pecinta kopi terkadang tidak memakai gula sama sekali.
Tapi suatu malam, ketika aku duduk sendirian di sebuah kedai kopi, aku belajar banyak hal dari seorang barista yang kemudian menjadi teman untukku, beliau memutuskan menjadi peracik kopi untuk disajikan kepada berbagai macam orang.
Sepanjang pertemanan kami, ada banyak diskusi yang kami lewati. "Bagaimana jika kopi dicampur dengan beberapa sendok gula?" tanyaku kepadanya suatu kali.
Dia menerangkan, "Nikmatilah kopimu dengan caramu, buatlah dirimu enjoy dengan rasa kopimu". Sang barista seolah berkata, bahwa mencampur beberapa sendok gula pada secangkir kopi bukan suatu hal yang hina.
Benar juga, gumamku dalam hati. Aku sangat sepakat dengan perkataan sang barista itu. Di luar sana, kita bisa melihat banyak orang menikmati kopi hanya sekadar karena sebuah tren dan demi foto yang bagus untuk di pamerkan ke media sosial. Ketika ia menikmati secangkir kopi yang telah mereka bayar mahal, meski tidak dinikmati, mereka tetap puas, puas karena hasil gambar yang mereka dapatkan.
Bebas sih, aku tak melarang itu. Bukan ranahku.
Dalam menikmati pekatnya aroma kopi, aku selalu mencampur beberapa sendok gula. Aku tak peduli orang-orang menganggapku tak bisa menikmati kopi. Aku hanya ingin enjoy dengan rasa kopiku. Dan, aku benar-benar menikmati kopi pahit dengan tambahan beberapa sendok gula.
Dari situ, aku belajar satu hal.
Aku mencoba mengibaratkan kopi pahit sebagai ujian-ujian kehidupan dan gula aku ibaratkan sebagai nikmat dari Allah SWT.
Kepahitan dalam kehidupan pasti akan kita dapatkan dan akan kita rasakan, pasti akan terjadi dalam kehidupan. Namun, tidakkah kita menyadari berapa banyak nikmat dari Tuhan? Andaikan kepahitan yang pasti akan kita rasakan, kemudian kita campur dengan kenikmatan-kenikmatan yang telah di berikan oleh Tuhan, bukankah kehidupan ini jadi lebih indah?
Pelajarannya adalah, pahit bukan suatu hal yang hina dalam kehidupan manusia. Bila kita mengetahui cara menyikapi kepahitan itu, jelas kepahitan itu akan membuahkan dan menghadirkan kenyamanan juga ketenangan dalam hati dan pikiran. Dan selain itu, kita juga bisa mendapatkan pelajaran-pelajaran baru dari hasil kolaborasi pahit dan manisnya sebuah kenikmatan dari Allah.
Bukankah cerita patah hati seperti itu?
Luka adalah sebuah kepedihan dan kepahitan yang kita rasakan. Ingin rasanya kita menyalahkan siapa pun, bahkan menyalahkan jalan cerita yang berarti mengajukan protes kepada Allah SWT. Kita merasa, cerita itu terlalu pahit ya untuk kita jalani dan kita lalui.
Cobalah untuk mencampur kepahitan itu dengan beberapa sendok gula nikmat Allah SWT. Sehingga, kepahitan yang kau rasakan akan menjadi enak untuk dinikmati suatu saat nanti.
.
.
.
GKJ Turangga Bandung, 2019
Nandi Yesa M
Karena beberapa diantara pecinta kopi terkadang tidak memakai gula sama sekali.
Tapi suatu malam, ketika aku duduk sendirian di sebuah kedai kopi, aku belajar banyak hal dari seorang barista yang kemudian menjadi teman untukku, beliau memutuskan menjadi peracik kopi untuk disajikan kepada berbagai macam orang.
Sepanjang pertemanan kami, ada banyak diskusi yang kami lewati. "Bagaimana jika kopi dicampur dengan beberapa sendok gula?" tanyaku kepadanya suatu kali.
Dia menerangkan, "Nikmatilah kopimu dengan caramu, buatlah dirimu enjoy dengan rasa kopimu". Sang barista seolah berkata, bahwa mencampur beberapa sendok gula pada secangkir kopi bukan suatu hal yang hina.
Benar juga, gumamku dalam hati. Aku sangat sepakat dengan perkataan sang barista itu. Di luar sana, kita bisa melihat banyak orang menikmati kopi hanya sekadar karena sebuah tren dan demi foto yang bagus untuk di pamerkan ke media sosial. Ketika ia menikmati secangkir kopi yang telah mereka bayar mahal, meski tidak dinikmati, mereka tetap puas, puas karena hasil gambar yang mereka dapatkan.
Bebas sih, aku tak melarang itu. Bukan ranahku.
Dalam menikmati pekatnya aroma kopi, aku selalu mencampur beberapa sendok gula. Aku tak peduli orang-orang menganggapku tak bisa menikmati kopi. Aku hanya ingin enjoy dengan rasa kopiku. Dan, aku benar-benar menikmati kopi pahit dengan tambahan beberapa sendok gula.
Dari situ, aku belajar satu hal.
Aku mencoba mengibaratkan kopi pahit sebagai ujian-ujian kehidupan dan gula aku ibaratkan sebagai nikmat dari Allah SWT.
Kepahitan dalam kehidupan pasti akan kita dapatkan dan akan kita rasakan, pasti akan terjadi dalam kehidupan. Namun, tidakkah kita menyadari berapa banyak nikmat dari Tuhan? Andaikan kepahitan yang pasti akan kita rasakan, kemudian kita campur dengan kenikmatan-kenikmatan yang telah di berikan oleh Tuhan, bukankah kehidupan ini jadi lebih indah?
Pelajarannya adalah, pahit bukan suatu hal yang hina dalam kehidupan manusia. Bila kita mengetahui cara menyikapi kepahitan itu, jelas kepahitan itu akan membuahkan dan menghadirkan kenyamanan juga ketenangan dalam hati dan pikiran. Dan selain itu, kita juga bisa mendapatkan pelajaran-pelajaran baru dari hasil kolaborasi pahit dan manisnya sebuah kenikmatan dari Allah.
Bukankah cerita patah hati seperti itu?
Luka adalah sebuah kepedihan dan kepahitan yang kita rasakan. Ingin rasanya kita menyalahkan siapa pun, bahkan menyalahkan jalan cerita yang berarti mengajukan protes kepada Allah SWT. Kita merasa, cerita itu terlalu pahit ya untuk kita jalani dan kita lalui.
Cobalah untuk mencampur kepahitan itu dengan beberapa sendok gula nikmat Allah SWT. Sehingga, kepahitan yang kau rasakan akan menjadi enak untuk dinikmati suatu saat nanti.
.
.
.
GKJ Turangga Bandung, 2019
Nandi Yesa M
0 komentar:
Posting Komentar