Sebagai seorang yang mampu menyayangi dari jauh. Dan mampu mendoakan dalam diam. Aku rasa cukup,hanya dengan menyembunyikan semuanya darimu untuk saat ini. Hingga,akan tiba waktunya untukku mengungkapkan semua rasa ini. Aku tak tahu kenapa rasa ini begitu membuat raga ini lemah. Membuat jiwa ini selalu tak tenang. Selalu khawatirkan kamu,yang entah merasa sama atau tak sama sekali.
Rindu itu muncul,dan wajahmu ada didalam bayanganku. Jiwa ini seketika meronta ingin pergi,dan mengejar bayangan wajahmu itu. Tapi apa, raga tak mengizinkan berlari. Hanya mampu melihat bayangan itu pergi jauh hingga tak terlihat lagi.
Aku berpikir,khayalan itu nyata dirimu. Tapi ternyata bukan. Itu hanya imajinasiku yang terlalu berangan lebih tinggi hingga jatuh terlalu dalam. Saat ku tahu ragamu tak lagi disini,semakin sulit aku melihatmu. Saat ku tahu hatimu kembali padanya,semakin menusuk hingga ke ulu hatiku. Dan,saat ku tahu khawatirku kau abaikan,semakin dalam hati ini hancur.
Sudah cukupku rasa ini. Tapi sadar,semuanya atas perilaku diriku sendiri. Menyiksa raga dan batin hanya demi seseorang yang dicintai. Memang tak baik,semuanya hanya menunda kebahagiaan yang telah Allah takdirkan dihari ini dan nanti. Dan membuang waktuku untuk menemukan cinta yang sebenarnya.
Tertutup semuanya, hanya karena terlalu memfokuskan satu orang yang bahkan tidak sama sekali mengharap yang sama. Harapan hanya tinggal harapan. Kenangan hanya tinggal kenangan. Kamu tinggal bayangan,kalaupun ada kita bersinggungan. Tak pernah bisa menyatu.
Memang, kita tidak pernah ada dalam ikatan yang satu. Tapi, harapanku sudah jauh membuat diriku tersungkur keras. Jatuh, lalu mencintai lagi. Sampai ujung dimana hatiku sudah ikhlas akan rasa yang tak pernah berbalas.
Setiap luka yang kurasakan ini, semakin mendewasakan diriku. Aku sadar, hal buruk semacam patah hati saja pasti ada hikmah dibaliknya. Bersyukur, tuhan masih sayang hingga menjauhkan aku dari orang yang memang bukan yang sudah tuhan takdirkan.
Kini, mungkin saatnya aku mengikhlaskan kasihku yang hanya bertepuk sebelah tangan. Tangan yang lainnya tak menghiraukan, yasudah, sudah waktunya aku pergi. Terima kasih, ya. Aku tahu tidak ada luka yang tak terasa sakit, pasti sakit dan membekas. Dan, tidak ada juga manusia yang tak salah. Pasti semuanya pernah melakukan salah.
Aku sudah mengikhlaskan, dan mulai memaafkan. Kamu mungkin baik, tapi bukan yang terbaik.
0 komentar:
Posting Komentar